Masa Depan Pendidikan Islam Di Indonesia

Diakui atau tidak, pendidikan Islam di Indonesia memiliki peran yang amat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan pendidikan agama inilah yang  kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik siswa untuk belajar. Kalau di pulau Jawa dikenal lembaga pondok pesantren, maka di pulau lain dikenal lembaga-lembaga dengan sebutan yang berbeda, namun dengan fungsi dan peran yang hampir sama dengan pondok pesantren. Di Minangkabau, misalnya, dikenal lembaga surau; atau meunasah di Aceh; serta langgar di Banjarmasin.Namun pada masa-masa selanjutnya, pondok pesantren menjadi istilah populer yang banyak digunakan untuk penyebutan lembaga-lembaga tersebut.

Dengan menggunakan catatan Federspiel tersebut, berarti perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung kurang lebih 9 abad.  Itulah sebabnya, pendidikan Islam, terutama pondok pesantren, diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia.

Perkembangan pendidikan agama di Indonesia dengan pondok pesantren sebagai cikal bakalnya, selanjutnya mengalami perkembangan yang sangat dinamis. Pondok pesantren yang pada awalnya sangat sederhana dan hanya terdiri dari kiai, santri, masjid, dan pondok; lama-kelamaan, sesuai dengan tuntutan zaman, mulai menyesuaikan diri dengan perkembangan dan dinamika bangsa Indonesia. Kalau semula pondok pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama an sich, maka kemudian memperluas fungsinya sebagai lembaga sosial, yang berperan pula dalam pembinaan masyarakat di sekitarnya, dengan tanpa melupakan tujuan utamanya sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama. Bahkan pada masa pra kemerdekaan dan masa revolusi fisik, pondok pesantren menjadi pusat penempaan dan markas para pejuang.

Menjelang abad-20, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia mengalami perubahan yang cukup berarti, seiring dengan terjadinya perubahan sikap keberislaman bangsa Indonesia pada waktu itu. Pada saat itu ada beberapa dorongan yang menyebabkan perubahan pergerakan umat Islam Indonesia. Pertama, semenjak tahun 1900 di beberapa tempat muncul keinginan untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Tema sentral dari kecenderungan ini adalah menolak taqlid buta. Kedua, perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda, yang bersifat nasionalis dan kurang merespon terhadap gagasan Pan-Islamisme yang dihembuskan di Timur Tengah. Ketiga, adanya keinginan dan usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi. Keempat, adanya upaya pembaharuan pendidikan Islam, di mana sebagian organisasi Islam tidak puas dengan sistem pendidikan tradisional.

Akibat dorongan-dorongan itu, keinginan untuk memperbaharui dan mengembangkan pendidikan Islam tumbuh subur di berbagai tempat, terutama di Sumatera dan Jawa. Tahun 1907, di Padang Panjang berdiri madrasah Adabiyah oleh Abdullah Ahmad, sebuah madrasah yang lebih bercorak modern. Di Yogyakarta, pada akhir tahun 1923 telah didirikan empat sekolah dasar Muhammadiyah, dan mulai merintis mendirikan HIS dan sekolah pendidikan guru. Di daerah-daerah lain pun, seperti di Tebuireng (Jawa Timur), Majalengka (Jawa Barat), Medan (Sumatera Utara) dan lain-lain pendidikan agama mulai dikembangkan dengan mengambil corak modern.            Secara umum, perkembangan pendidikan agama yang terjadi pada masa itu mengalami prubahan-perubahan dari sistem pengajaran perorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal, serta diberikannya materi pengetahuan umum di samping pengetahuan agama. Perubahan pola pendidikan agama inilah yang menjadi cikal bakal madrasah seperti yang dikenal hingga sekarang.

Semenjak upaya modernisasi pendidikan Islam dilakukan, sampai saat ini jumlah lembaga pendidikan agama—terutama dalam bentuk pondok pesantren dan madrasah—telah mencapai ribuan dan tersebar luas di wilayah perkotaan dan perdesaan sampai kampung yang terpencil sekalipun. Selain kedua jenis sistem pendidikan Islam tersebut, dikenal pula struktur internal pendidikan Islam di Indonesia yang lain, yaitu pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan umum; serta pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.

Dengan jumlah yang ribuan dan tersebar luas di berbagai daerah itu, pendidikan Islam diakui memiliki peran yang cukup penting dalam berbagai kancah kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian, masa depan pendidikan Islam Indonesia masih dihadapkan pada isu dan tantangan khas yang tidak dihadapi oleh institusi pendidikan lain di Indonesia.

Menurut hemat penulis, masa depan pendidikan Islam Indonesia dihadapkan pada empat isu, yaitu: Pertama, isu tentang peran pendidikan Islam dalam mengembangkan budaya damai. Kedua, isu yang berkenaan dengan daya saing penguasaan ilmu dan teknologi antara out put pendidikan Islam dengan out put pendidikan umum. Ketiga, isu tentang pendidikan Islam dan kesadaran IPTEK. Keempat, isu tentang pendidikan Islam dan pengembangan multikulturalisme.